Siapa yang tak pernah mendengar khalifah utsman bin ‘affan?. Hampir semua umat muslim pernah mendengar nama khalifah yang satu ini. Berikut penjelasan lainnya yang dapat kita jadikan pelajaran.
Awal Kehidupan dan Masuk Islamnya Utsman Bin ‘Affan
Utsman Bin ‘Affan merupakan khalifah ketiga setelah Rasulullah dalam Islam. Ayahnya bernama ‘Affan dan ibunya bernama Arwa. Ia merupakan anggota kabilah Bani Umayyah yang nantinya akan memegang tongkat kepemimpinan kekaisaran Islam setelah periode kekhalifahan awal. Sejak kecil Utsman selalu lurus dan jujur. Ia juga belajar membaca dan menulis. Saat dewasa, berkat usahanya Utsman menjadi seorang pedagang kaya.
Ketika Rasulullah mendapat risalah kenabian, Utsman berusia 34 tahun. Utsman masuk Islam bersama dengan Talhah bin ‘Ubaidillah melalui Abu Bakar Ash-Shidiq yang juga sahabat keduanya. Utsman termasuk golongan barisan pertama yang masuk Islam atau yang disebut dengan As-sabiqun Al-awwalun. Setelah Islam datang Utsman juga mendapat gelar kehormatan sebaga Dzun-nurain yang artinya pemilik dua cahaya. Hal itu karena ia menikahi dua putri Rasulullah SAW yakni Ruqayyah dan Ummi Kultsum.
Pelayanan Utsman untuk Islam
Saat Rasullullah SAW hijrah ke Madinah, peran Utsman banyak membantu Islam baik itu berupa jasa, tenaga, maupun pikiran. Karena Utsman juga merupakan seorang yang kaya raya, ia juga banyak berkorban secara finansial untuk perjuangan dakwah Islam. Saat kaum muslim kesulitan karena harus membayar untuk mendapatkan air, Utsman membeli sebuah sumur yang menjadi milik umum. Saat Masjid Nabawi memerlukan perluasan untuk menampung bertambahnya jamaah, Utsman membelikan sebidang tanah di sebelah masjid dari hartanya sendiri. Utsman juga menyumbang 10.000 dinar dan seribu unta untuk ekspedisi Tabuk.
Utsman Terpilih Menjadi Khalifah
Sahabat Utsman bin ‘Affan terpilih menjadi khalifah ketiga melalui dewan bentukan khalifah sebelumnya, yakni Umar bin Khattab. Dewan tersebut terdiri dari enam sahabat yang dibentuk saat khalifah Umar sakit akibat tikaman di perutnya. Dewan ini terdiri dari Ali bin Abi Thalib, Utsman bin ‘Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Abdurrahman bin Auf menjadi ketua dari dewan pemilihan tersebut. Tugasnya ialah memilih salah seorang diantara mereka yang akan menggantikannya sebagai khalifah.
Baca: Abu Bakar Ash-Shiddiq Khalifah Pertama Penerus Nabi
Kebijakan Khalifah Utsman Bin ‘Affan
1. Perluasan wilayah Islam
Khalifah Utsman juga melanjutkan perjuangan khalifah Umar melakukan pengembangan wilayah kekuasaan Islam. Wafatnya khalifah Umar seakan membawa angin segar bagi pihak musuh untuk menggulingkan kekaisaran Islam. Di masa khalifah Utsman, Persia melakukan pemberontakan dan Romawi berusaha mendapatkan Syiria kembali. Namun, khalifah Utsman berhasil memadamkan perlawanan Persia ketika ia baru enam bulan menduduki kursi khalifah. Perluasan wilayah juga dilakukan hingga ke berbagai wilayah seperti Khurasan, Afganistan dan Turkistan. Sedangkan Armenia, Tunisia, Azarbeijan dan Anatolia berhasil takluk di bawah panji-panji Islam bersamaan dengan keberhasilan pasukan muslim mengusir gerombolan Romawi.
2. Pemberlakuan standarisasi Al-Qur’an
Islam telah berkembang jauh ke berbagai wilayah. Umat Islam tergabung dari berbagai bangsa dengan berbagai bahasa. Di wilayah Arabia sendiri ada variasi dialek dan perbedaan dalam pengucapan dan hal tersebut menebabkan variasi pembacaan Al-Qur’an.
Nabi sendiri mengizinkan variasi pengucapan mengikuti dialek lokal karena kurang terdidiknya umat. Perkenan Nabi tersebut bersifat sementara dan terbatas hanya untuk pengucapannya dan naskahnya tetap sama di berbagai wilayah. Namun, agaknya umat memperluas perkenan yang aslinya hanya untuk pengucapannya malah manjalar hingga ke transkripnya sehingga terjadi variasi penulisan. Oleh karena itu, muncul salinan Al-Qur’an dengan perbedaan skrip. Di wilayah lain kekaisaran juga membutuhkan salinan standar dari Al-Qur’an.
Untuk mengatasi persoalan ini, khalifah Utsman membentuk dewan dan terbentuklah keputusan untuk mengcopy Al-Quran yang sudah menjadi satu jilid pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar. Kemudian salinan tersebut dibuat dan dikirim ke berbagai pusat kekaisaran yang berfungsi sebagai standar pembukuan Al-Qur’an. Dan pada saat yang sama untuk mencegah perbedaan, seluruh salinan Al-Qur’an yang tidak otentik dibakar. Hal tersebut berjalan di bawah pengawasan dan perintah dari suatu komite yang bentukan khalifah untuk mangatasi permasalahan tersebut.
3. Pembangunan berbagai wilayah Islam
Pada masa pemerintahannya, dewan-dewan pemerintahan bekerja seperti pemerintahan khalifah Umar sebelumnya. Keadaan departemen keuangan saat itu jauh lebih makmur. Subsidi dari Mesir saja berjumlah dari 20.000 hingga 40.000 dirham. Dengan membanjirnya pendapatan, penerimaan tunjangan dari dana Baitul Mal juga meningkat. Banyak bangunan baru berdiri. Jalan raya, jembatan, masjid dan wisma tamu berdiri di berbagai kota.
Pembangunan fasilitas untuk kenyamanan musafir sepanjang arah menuju ke Madinah. Posko untuk militer, wisma bagi kafilah, dengan pancuran air yang memancar di berbagai tempat, juga waduk besar untuk mengantisipasi banjir di Madinah. Khalifah juga memperluas dan membangun kembali Masjid Nabawi dengan bebatuan. Membuka peternakan sebagi fasilitas untuk memberi makan kuda dan unta serta mengadakan pengaturan air.
4. Pembentukan tentara angkatan laut
Dalam pemerintahannya khalifah Utsman juga memulai penaklukan laut. Ia membentuk angkatan laut dan menggunakan kapal-kapal untuk menguasai pulau Siprus pada tahun 28 H (649 M). Kemudian pada tahun 31 H (650 M) angkatan laut tersebut juga berhasil mengamankan Mesir dari agresi militer Romawi melalui pelabuhan Alexandria.
Wafatnya Khalifah Utsman Bin ‘Affan
Wafatnya khalifah Utsman tidak lepas dari perbuatan kaum-kaum pemberontak. Walaupun sebelumnya khalifah masih boleh pergi ke Masjid, namun khalifah Utsman berhasil mereka penjarakan di rumahnya sendiri saat kota Madinah berhasil jatuh ke tangan pemberontak. Rumah khalifah diblokade, bahkan persediaan air dari sumur yang merupakan pemberiannya sendiri pun dihentikan.
Saat ibukota nyaris kosong karena masyarakat beribadah haji, para pemberontak berhasil menyelinap ke pekarangan belakang rumah khalifah melewati penjaga yang juga pendukung khalifah Utsman. Saat itu khalifah Utsman sedang membaca Al-Qur’an. Para pemberontak menyerang khalifah secara bergantian. At-Tujby membawa sebilah tombak dan memukul kening khalifah hingga terrjatuh ke samping dan berdarah. Kemudian Al Mautul Aswad mencekik khalifah hingga pingsan. Salah satu dari para pemberontak menghunuskan pedang istri khalifah yang bernama Nailah binti Farashifah menangkisnya hingga jari-jarinya terpotong. Kemudian Nailah melemparkan tubuhnya ke atas tubuh khalifah Utsman untuk melindunginya. Namun pemberontak berhasil menusukkan pedangnya dari bawah tubuh Nailah dan mengenai perut Utsman.
Khalifah Utsman bin ‘Affan wafat di usia 82 tahun pada tanggal 18 Dzulhijjah 35 H bertepatan dengan tanggal 17 Juni 656 M. Para sahabat sengaja merawat jenazahnya di malam hari dan memakamkannya di hari ketiga. Mereka juga menghilangkan jejak kuburannya karena khawatir jika pemberontak akan membongkar kuburannya.
Sikap Hidup dan Akhlak Khalifah Utsman
Selama pemerintahan khalifah Utsman, ketika kekayaan duniawi yang melimpah mengalir kepada kaum muslim, Utsman dengan integritasnya, kejujurannya, kesucian, dan kesalehannya tidak pernah sedikitpun mengambil keuntungan untuk dirinya ssendiri. Dengan bijak semua kekayaan milik negara ia gunakan untuk memperbesar jumlah bantuan dari baitul mal kepada umat dan membangun berbagai fasilitas umum yang bermanfaat untuk kesejahteraan bersama.
Baca juga: Kepemimpinan Islam Pada Masa Umar Bin Khattab
Walaupun Utsman seorang yang kaya, kesederhanaan adalah karakternya. Ia memutar banyak dana kekayaannya, namun ia sendiri puas dengan makanan dan pakaian yang sederhana. Kedermawanannya telah tercatat sejak ia menjadi muallaf dan berjuang mendakwahkan Islam menemani Rasulullah SAW. Kecintaannya terhadap saudara muslimnya menghentikan langkahnya untuk tidak melawan para pemberontak pada detik-detik akhir kepemimpinannya. Ia lebih memilih mengorbankan hidupnya sendiri dari pada harus berperang dengan saudara sendiri.
Demikian, semoga kita semua dapat memetik hikmah, dan meneladani sikap khalifah Utsman bin’Affan serta mengimplementasikannya dalam perjalanan hidup kita semua.